Haruskah Siswa yang Tidak Bisa Membaca Tinggal Kelas?
Postingan kali ini penulis tertarik ingin membahas tentang fenomena yang terjadi di dunia pendidikan, terutama di ruang lingkup penulis mengajar, ternyata Banyak Siswa yang masih tidak bisa membaca dan ini bukan di Sekolah Dasar, tetapi terjadi di Sekolah Menengah Pertama (SMP). tentunya pertama kali penulis ditugaskan ke Sekolah tersebut terasa kaget, serasa tidak mungkin peserta didik yang telah usia SMP masih tidak bisa menulis dan membaca, bahkan ada yang tulis nama sendiri pun nyontek ke teman disebelahnya.
Awalnya penulis hanya berfikir ini merupakan kelalaian guru SD hingga peserta didik ini bisa lulus dan melanjutkan ke jenjang SMP, namun seiring waktu berlalu pemikiran tersebutpun berubah, hal ini dikarenakan kami guru SMP membuat program Calistung untuk siswa yang tidak bisa menulis dan membaca ini, setiap hari kami mengenalkan huruf dan cara membaca, namun peserta didik ini memang susah merangkai huruf menjadi kata. sedangkan untuk menulis mereka mampu, berhitungpun bisa.
Setelah hampir 1 semester kami ajarkan cara membaca tetapi tidak ada perubahan, namun apakah boleh tinggal kelas hanya karena tidak bisa membaca? supaya lebih yakin belajar.
Penulis sebagai guru sendiri tidak setuju jika peserta didik seperti ini harus tinggal kelas, karena peserta didik yang tidak bisa membaca juga mempunyai potensi lain, mungkin di pelajaran UN mereka lemah, tetapi pelajaran PJOK dan kesenian rata-rata bereka lebih tampil. di tambah beberapa siswa atau peserta didik yang penulis wawancara tentang kegiatan sehari-hari di rumah, rata-rata mereka mencari uang sendiri, ada juga yang kreatif mencari uang seperti membuat layang-layangan dan menjualnya, jadi kesulitan ini tidak menjamin mereka tidak akan sukses. jadi untuk apa kita tahan mereka untuk tidak naik kelas.
Peserta didik ini termasuk kedalam peserta didik yang kesulitan belajar atau anak berkebutuhan khusus, anak berkebutuhan khusus tidak hanya bersifat kecacatan fisik atau organ tubuh lainnya, kesulitan belajar juga termasuk kedalamnya. peserta didik yang kesulitan belajar dalam hal ini tidak bisa membaca jangan terlalu dipaksa membaca, tetapi untuk menerima pelajaran yang diberikan guru bisa melalui visual, yaitu dapat dengan bercerita atau ceramah.
Peserta didik kesulitan belajar ini harus ada instrumen sendiri supaya proses belajar mengajar dapat berjalan lancar, namun hal ini juga tidak mudah, karena beberapa sekolah penyelenggara sekolah inklusi kekurangan guru, untuk siswa pada umumnya saja kekurangan guru apalagi harus ditambah dengan tugas inklusi ini.